Puasa sebuah ritual yang tak asing bagi kita semua selaku muslim. Sejak kecil setiap kita hampir pasti sudah dikenalkan bahkan menjalani ritual puasa. Masih segar dalam ingatan kita, saat itu kira-kira kelas satu atau dua sekolah dasar (madrasah ibtidaiyah) sudah berpuasa. Namanya puasa beduk. Ya, puasa betulan tapi jika sudah ada bunyi beduk Dzuhur di masjid atau musholla maka boleh makan berbuka puasa. Lalu dilanjutkan puasa lagi sampai Maghrib. Ternyata ajaran berlatih puasa bagi anak-anak jika menelisik hadis sudah ada sejak zaman Rasulullah Saw. Berikut ini hadisnya :
عَنْ الرُّبَيِّعِ بِنْتِ مُعَوِّذٍ قَالَتْ أَرْسَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الأَنْصَارِ مَنْ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ وَمَنْ أَصْبَحَ صَائِمًا فَليَصُمْ قَالَتْ فَكُنَّا نَصُومُهُ بَعْدُ وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا وَنَجْعَلُ لَهُمْ اللُّعْبَةَ مِنْ الْعِهْنِ فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهُ ذَاكَ حَتَّى يَكُونَ عِنْدَ الإِفْط
Artinya, “Dari Rubayyi’ binti Mu’awwidz, ia berkata bahwa suatu pagi di hari Asyura’, Nabi SAW mengutus seseorang mendatangi salah satu kampung penduduk Ansor untuk menyampaikan pesan, ‘Barangsiapa yang pagi hari telah makan, maka hendaknya ia puasa hingga Maghrib, dan siapa yang pagi ini berpuasa maka lanjutkan puasanya.’ Rubayyi’ berkata, kemudian kami mengajak anak-anak untuk berpuasa, kami buatkan bagi mereka mainan dari kain. Jika mereka menangis, maka kami beri makanan itu, begitu seterusnya sampai datang waktu berbuka,” (Lihat Ibnu Hajar Al-‘Asqallani Asy-Syafî’i, Fathul Bârî Syarh Shahîhil Bukhâri, juz IV, hal 201).
Meskipun puasa beduk sudah lama kita dengar bahkan diajarkan oleh orang tua kita dan juga kita memberlakukan hal yang sama pada anak-anak kita. Tentu ini secara spesifik tak ada dasarnya dalam Islam. Namun demikian , ingat ! tak ada pula larangan. Oleh karena itu puasa beduk bagi anak-anak hukumnya boleh, sesuai kaidah :
الأصل في الأشياء الإباححة حتى يدل الدليل على التحريم
“Pada dasarnya segala sesuatu boleh sampai ada dalil yang melarang “
Maklum bagi kita bahwa hakikat waktu puasa dimulai dari Subuh hingga Maghrib tiba. Maka puasa beduk atau puasa setengah hari hukumnya haram bagi orang dewasa, sebab ia jelas membatalkan puasa bukan pada waktunya, kecuali ia memiliki uzur syar’i yang membolehkannya berbuka.
Sebagaimana yang disebutkan dalam kita Al-Muhadzzab Imam As-Syairazi:
وَيُحْرَمُ عَلَى الصَّائِمِ الْأَكْلُ وَالشُّرْبُ لِقَوْلِهِ عَزَّ وَجَلَّ: وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ (البقرة 187)
Artinya, “Diharamkan makan minum bagi orang yang berpuasa, karena firman Allah SWT, ‘Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam (waktu fajar), kemudian sempurnakanlah puasa sampai datang waktu malam.’” (Lihat Abu Ishaq Ibrahim bin ‘Ali Yusuf As-Syairazy, Al-Muhadzzab fî Fiqhis Syafi’i, juz I, hal 331).
Namun bagaimana jika puasa setengah hari diperuntukkan bagi anak-anak sebagai sarana pendidikan baginya, supaya di kemudian hari ia dapat berpuasa sehari penuh.
Dalam Al-Muhadzzab disebutkan:
وَأَمَّا الصَّبِيُّ فَلَا تَجِبُ عَلَيْهِ لِقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ: عَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَبْلُغَ وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يُفِيْقَ). وَيُؤْمَرُ بِفِعْلِهِ لِسَبْعِ سِنِيْنَ إِذَا أَطَاقَ الصَّوْمَ وَيُضْرَبُ عَلَى تَرْكِهِ لِعَشْرٍ قِيَاساً عَنِ الصَّلاَة
Artinya, “Adapun anak kecil, maka tidak wajib baginya berpuasa, karena ada hadis Nabi SAW, ‘Kewajiban diangkat dari tiga orang, yaitu anak kecil hingga ia balig, orang yang tidur hingga bangun, orang gila sampai ia sadar.’ Anak kecil berumur tujuh tahun diperintahkan untuk berpuasa apabila ia kuat, dan anak yang sudah berumur sepuluh tahun dipukul jika meninggalkan puasa, diqiyaskan dengan shalat,” (Lihat Abu Ishaq Ibrahim Asy-Syairazy, Al-Muhadzzab fî Fiqhis Syafi’i, juz I, hal 325).
Imam Asy-Syairazi menjelaskan, orang tua mesti memerintahkan anak-anaknya yang sudah berumur tujuh tahun untuk melaksanakan puasa, bahkan memukulnya jika tidak melaksanakan puasa di umur sepuluh tahun karena diqiyaskan pada masalah shalat.
Perihal memukul anak berumur sepuluh tahun yang tidak melaksanakan puasa adalah hasil dari qiyas dengan masalah shalat, yaitu jika anak yang berumur sepuluh tahun meninggalkan shalat, maka boleh ditegur dengan dipukul, tentunya pukulan yang ringan dan tidak menimbulkan luka, yang tujuannya untuk mendidik agar si anak mau melaksanakannya.
Tidak semua anak yang diperintahkan orang tuanya untuk berpuasa kuat melaksanakan puasa sehari penuh, semua butuh proses. Melihat redaksi Imam Asy-Syairazi di atas, “apabila kuat” maka mengindikasikan bahwa menjalankan proses puasa dengan bertahap, dari setengah hari kemudian sehari penuh, adalah boleh karena anak kecil belum terkena taklif, namun dibarengi penjelasan bahwa hakikat waktu puasa adalah sampai waktu terbenamnya matahari atau azan Maghrib tiba.
Kita bisa juga meniru salah satu sahabat Nabi dalam mendidik anaknya untuk membiasakan puasa sejak dini, disebutkan dalam hadits di atas.
Wallahu a’lam.